Cerpen Tentang Jendela
Kemaren saat mengendarai Si Putih, tiba-tiba nampak seorang gadis cantik yang mau meminta tumpangan, saya pun sebagai seorang lelaki muda berkemeja yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai dalam buku cetak PPKn berhenti dengan wajah ramah tamah dan gaya bersahaja untuk menawarkan bantuan.
Scenario diatas tidak pernah terjadi di dalam hidupku.
Yang benar-benar terjadi,
kemaren saat mengendarai Si Putih, tiba-tiba nampak seorang teman dari zaman SMA dulu berdiri di trotoar, ingin menyeberangi jalan raya, dan pada kesekian detik itu pula saya jadi teringat sebuah kejadian di masa lalu yang membuat wa senyum ga jelas di mobil…
Jadi pas itu kan lagi kerja bakti gitu, bersihin ruang kelas, lorong, dan halaman sekolah. Memang saya tau makna tersirat dari kerja bakti itu sendiri (kerjasama, etc.), tetapi kadang-kadang saya juga bingung, sebenarnya kami yang membayar uang SPP per bulan secara rutin ini datang ke sekolah untuk menempa ilmu atau untuk menjadi babu. Mungkin pemikiran pihak sekolah adalah menjadikan ini sebagai sebuah failsafe, jadi apabila kami gagal menempa ilmu setidaknya masih bisa hidup sebagai babu, tukang kebun, ataupun gigolo(?).
Pernah sekali, pada saat baru masuk SMA ga lama, di kelas 1C yang kepala genk-nya Bu Risma yang “katanya sangar dan mukanya cemberut trus” dulu, saya kebagian tugas membersihkan kaca jendela. Jendela ruang kelas kami adalah berupa susunan jendela-jendela kecil berbentuk persegi. Dengan lipatan koran bau kecoak di tangan, kemalasan di kepala dan keseriusan di dengkul, saya pun berdiri diatas meja untuk membersihkan jendela dengan irama yang slow.
Tetapi kecepatan saya akan meningkat pesat begitu mengetahui bahwa Bu Risma datang meng-inspect hasil kerjaan kami. Tepat di samping kaca jendela yang saya bersihin itu, adalah sebuah jendela tanpa kaca, jadi cuman ada bingkainya aja (edan~ jangan harap kaca jendela, wong kelas tanpa pintu tanpa jendela aja ada, wahaha). Pas ibu datang, tiba-tiba pengen iseng, saya langsung berpura-pura ngebersihin jendela tanpa kaca tersebut dengan gaya yang sangat keren. Saya percaya belum pernah ada orang yang membersihkan jendela tanpa kaca dengan gaya seolah-olah ada kaca sekeren diriku ini (apaan seh?).
“Wah , Fededy~”, ujar Bu Risma dari belakang.
Dari tatapan matanya, saya dapat melihat kekaguman seorang wali kelas terhadap muridnya yang membersihkan kaca saking bersihnya hingga kaca tersebut tampak sangat bening seperti baru. Saya yakin dia merasa Fed sangat berbakat dalam hal ini dan akan segera mengangkat saya jadi sie.pembersih kaca 1C dan menjadi kandidat peserta olimpiade pembersih kaca tingkat SMA.
Tetapi ekspetasi beliau saya hancurkan dengan sengaja menjulurkan tangan melewati jendela tidak berkaca tersebut untuk membersihkan kaca disebelahnya, sambil pasang ekspresi ga jelas ala Fed.
Beliau langsung tawa ga jelas dan dengan segenap kekesalan ditangan ia mencubit diriku sambil berkata, “Berani bohongin Ibu ya kamu ini!”
Saya hanya bisa membalas, “Ow! Ow! Ow!”
Dan bola pun tertawa melihat kekonyolan tersebut.
Mungkin bagi anda ini adalah sepenggal cerita masa lalu yang ga jelas intinya, tapi bagi saya, itu adalah moment yang sangat berharga, karena saya telah membuat Bu Risma tertawa. Ya, membuat Bu Risma yang katanya sangar tertawa adalah salah satu tujuan hidupku saat itu! Dan Bu Risma adalah guru yang baik, ‘ya bukan?’.
Kemungkinan besar Beliau juga udah lupa dengan kejadian ga penting tersebut. Biarlah ruang kelas 1C, bingkai jendela tanpa kaca, dan bola yang tertawa menjadi saksi akan kejadian tersbut.
Belakangan saya sadar ternyata bola yang tertawa tersebut adalah Liani.
…
…
…
…
Ma..maafkan saya Liani~
Sa..saya ga bermaksud mengejek anda~
Saya menyesal sekal!~ ihix ihix
Ya, teman SMA yang saya nampak tersebut adalah Liani, lama ga ketemu dia, looking as chubby and plumpy as always~
tampaknya dia lebih sukses daripada saya
(hmmm, bos, emang siapa seh yang gak lebih sukses daripada saya? wakaka).
Gaya bahasa postingan kali ini keren ya, ckck, experiment gaya bahasa ala cerpen..
(tapi tetap aja ceritanya ga penting)
Scenario diatas tidak pernah terjadi di dalam hidupku.
Yang benar-benar terjadi,
kemaren saat mengendarai Si Putih, tiba-tiba nampak seorang teman dari zaman SMA dulu berdiri di trotoar, ingin menyeberangi jalan raya, dan pada kesekian detik itu pula saya jadi teringat sebuah kejadian di masa lalu yang membuat wa senyum ga jelas di mobil…
Jadi pas itu kan lagi kerja bakti gitu, bersihin ruang kelas, lorong, dan halaman sekolah. Memang saya tau makna tersirat dari kerja bakti itu sendiri (kerjasama, etc.), tetapi kadang-kadang saya juga bingung, sebenarnya kami yang membayar uang SPP per bulan secara rutin ini datang ke sekolah untuk menempa ilmu atau untuk menjadi babu. Mungkin pemikiran pihak sekolah adalah menjadikan ini sebagai sebuah failsafe, jadi apabila kami gagal menempa ilmu setidaknya masih bisa hidup sebagai babu, tukang kebun, ataupun gigolo(?).
Pernah sekali, pada saat baru masuk SMA ga lama, di kelas 1C yang kepala genk-nya Bu Risma yang “katanya sangar dan mukanya cemberut trus” dulu, saya kebagian tugas membersihkan kaca jendela. Jendela ruang kelas kami adalah berupa susunan jendela-jendela kecil berbentuk persegi. Dengan lipatan koran bau kecoak di tangan, kemalasan di kepala dan keseriusan di dengkul, saya pun berdiri diatas meja untuk membersihkan jendela dengan irama yang slow.
Tetapi kecepatan saya akan meningkat pesat begitu mengetahui bahwa Bu Risma datang meng-inspect hasil kerjaan kami. Tepat di samping kaca jendela yang saya bersihin itu, adalah sebuah jendela tanpa kaca, jadi cuman ada bingkainya aja (edan~ jangan harap kaca jendela, wong kelas tanpa pintu tanpa jendela aja ada, wahaha). Pas ibu datang, tiba-tiba pengen iseng, saya langsung berpura-pura ngebersihin jendela tanpa kaca tersebut dengan gaya yang sangat keren. Saya percaya belum pernah ada orang yang membersihkan jendela tanpa kaca dengan gaya seolah-olah ada kaca sekeren diriku ini (apaan seh?).
“Wah , Fededy~”, ujar Bu Risma dari belakang.
Dari tatapan matanya, saya dapat melihat kekaguman seorang wali kelas terhadap muridnya yang membersihkan kaca saking bersihnya hingga kaca tersebut tampak sangat bening seperti baru. Saya yakin dia merasa Fed sangat berbakat dalam hal ini dan akan segera mengangkat saya jadi sie.pembersih kaca 1C dan menjadi kandidat peserta olimpiade pembersih kaca tingkat SMA.
Tetapi ekspetasi beliau saya hancurkan dengan sengaja menjulurkan tangan melewati jendela tidak berkaca tersebut untuk membersihkan kaca disebelahnya, sambil pasang ekspresi ga jelas ala Fed.
Beliau langsung tawa ga jelas dan dengan segenap kekesalan ditangan ia mencubit diriku sambil berkata, “Berani bohongin Ibu ya kamu ini!”
Saya hanya bisa membalas, “Ow! Ow! Ow!”
Dan bola pun tertawa melihat kekonyolan tersebut.
Mungkin bagi anda ini adalah sepenggal cerita masa lalu yang ga jelas intinya, tapi bagi saya, itu adalah moment yang sangat berharga, karena saya telah membuat Bu Risma tertawa. Ya, membuat Bu Risma yang katanya sangar tertawa adalah salah satu tujuan hidupku saat itu! Dan Bu Risma adalah guru yang baik, ‘ya bukan?’.
Kemungkinan besar Beliau juga udah lupa dengan kejadian ga penting tersebut. Biarlah ruang kelas 1C, bingkai jendela tanpa kaca, dan bola yang tertawa menjadi saksi akan kejadian tersbut.
Belakangan saya sadar ternyata bola yang tertawa tersebut adalah Liani.
…
…
…
…
Ma..maafkan saya Liani~
Sa..saya ga bermaksud mengejek anda~
Saya menyesal sekal!~ ihix ihix
Ya, teman SMA yang saya nampak tersebut adalah Liani, lama ga ketemu dia, looking as chubby and plumpy as always~
tampaknya dia lebih sukses daripada saya
(hmmm, bos, emang siapa seh yang gak lebih sukses daripada saya? wakaka).
Gaya bahasa postingan kali ini keren ya, ckck, experiment gaya bahasa ala cerpen..
(tapi tetap aja ceritanya ga penting)
Comments
bola yg tertawa... XD
Liani memang ga berubah ya
bola matanya masih suka vibrate sendiri XD
sekarang bisnis apa tuh dia?
btw, this is nerd..