Dragon Ball Evolution; Cyber-Shit
Tadi malam, 25 Maret 2009, bertepatan dengan hari ulang tahunnya rival saya : Tong-yang-sedikit-terlupakan, di studio 1 XXI Megamall Batam, jam 22.10, saya yang duduk di barisan J no.10 telah menyaksikan sebuah mukjijat baru di dunia perfilman, Dragon Ball Evolution (mengetik nama tersebut saja saya jadi malu sendiri), sebuah movie yang telah melebihi ekspetasi saya, wow wow wow, lebih ancur daripada yang saya bayangkan! Faktanya adalah Hollywood tidak pernah berhasil sekalipun dalam mengadaptasi manga/anime asia. Kali ini pun begitu. Bahkan dengan manga Dragon Ball yang plot twist-nya simple bisa dibikin jadi seperti begini. Manga/anime favorit setiap anak cowok normal di era 80 s/d 90-an dibuat jadi sekelas film parody ala Epic/Disaster Movie, dari segi karakterisasi, cerita, make-up, maupun efek CGI/computer, semuanya bisa saya sebut sebagai “a bunch of mediocre cyber-shit”. Yah, walaupun eye candy-nya (Bulma dan Chi Chi) lumayan menghibur visual saya *sambil naik-naikin alis mata*. Dan tentu saja pemeran Yamcha mirip om-om mesum yang tidak pernah gagal membuat saya nyengir memandang ukuran mukanya yang sangat bombastis di layar bioskop.
Story wise, terlepas dari ada tidaknya keterkaitan dengan DB itu sendiri (walaupun satu2nya keterkaitan antara film ini dengan DB hanyalah nama karakternya saja, nothing more. Without the names, it could be named Fish Ball, Meat Ball, Dragon Testicles or Disaster Movie 2, etc, and no one would even notice any connection between this movie and the original Dragon Ball), merupakan sebuah karya yang penuh dengan plot holes, tersusun dengan tidak rapi dengan alur yang terburu-buru kayak sinetron kejar tayang. Banyak event yang tiba-tiba pop up seperti itu saja tanpa sebab akibat. Jelas sekali keseluruhan film hanya menjual nama DB sendiri tanpa memperdulikan kualitas dari film itu sendiri. Strategi tersebut sangat berhasil, studio sini mpe full yang nonton tuh, terlepas dari kepuasan penonton film ini sendiri. Entah berapa orang yang pulang dengan perasaan tertipu, terjebak, pengen kencing karena dinginnya AC, buru-buru mau pulang buat nonton sinetron, ataupun kesal karena gagal rencana untuk mesum berkat ramenya penonton. Saya sendiri seh sebelumnya sudah cukup banyak membaca review film katro ini, jadi sudah mempersiapkan mental, selama nonton hanya bisa tertawa tiada henti. Dan pemeran Yamcha dengan gaya bicaranya yang mirip preman lokal setempat sangat membantu saya dalam hal ini.
Saya jadi teringat dulu saya sangat suka mengoleksi kartu-kartu DB, mpe bela-belain beli card holder buat nyimpan kartu-kartu tersebut, setiap malam saya ngiler liatin tuh kartu-kartu para alien berotot, wahaha, sekarang ntah nyimpan dimana tuh. Gw juga sering datang ke kantin untuk membeli snack yang ada kupon undian didalamnya untuk mendapatkan kumpulan sticker karakter DB (yang tidak pernah saya menangkan…mungkin ini yang membuat saya tidak tertarik sama sekali untuk bermain togel sekarang, haha). Kalo dulu saya ngiler liatin kartu, sekarang seh ngiler liatin ceweq orang lain (nah lho?!), memang ladang orang lain terlihat lebih indah. Tadi pas nongkrong di Mc.D paska nonton juga nampak seorang cew berbaju corak dalmation yang sangat cakep, yah lumayan lha menghibur hatiku yang terluka setelah menyaksikan bagaimana idola masa kecilku “diperkosa” secara audio-visual dan pemeran Yamcha dengan actingnya yang membuat saya speechless, with words I cannot verbalize. Kalo Letto punya hati yang berlubang, saya memiliki dunia yang berlubang. A hole in my world…(kok malah curhat?)
Terakhir, saya anjurkan orang-orang yang belum nonton untuk segera menonton film “visual horror” ini, sehingga pada bisa mengapresiasi betapa bagus dan inspirationalnya karya-karya seperti Garden State (Zach Braff, Natalie Portman; 2004)(my favourite movie at the moment, coy~) serta tentu saja seberapa kecilnya muka anda dibandingkan milik pemeran Yamcha. Uang anda tidak akan terbuang sia-sia, semoga saja.
Story wise, terlepas dari ada tidaknya keterkaitan dengan DB itu sendiri (walaupun satu2nya keterkaitan antara film ini dengan DB hanyalah nama karakternya saja, nothing more. Without the names, it could be named Fish Ball, Meat Ball, Dragon Testicles or Disaster Movie 2, etc, and no one would even notice any connection between this movie and the original Dragon Ball), merupakan sebuah karya yang penuh dengan plot holes, tersusun dengan tidak rapi dengan alur yang terburu-buru kayak sinetron kejar tayang. Banyak event yang tiba-tiba pop up seperti itu saja tanpa sebab akibat. Jelas sekali keseluruhan film hanya menjual nama DB sendiri tanpa memperdulikan kualitas dari film itu sendiri. Strategi tersebut sangat berhasil, studio sini mpe full yang nonton tuh, terlepas dari kepuasan penonton film ini sendiri. Entah berapa orang yang pulang dengan perasaan tertipu, terjebak, pengen kencing karena dinginnya AC, buru-buru mau pulang buat nonton sinetron, ataupun kesal karena gagal rencana untuk mesum berkat ramenya penonton. Saya sendiri seh sebelumnya sudah cukup banyak membaca review film katro ini, jadi sudah mempersiapkan mental, selama nonton hanya bisa tertawa tiada henti. Dan pemeran Yamcha dengan gaya bicaranya yang mirip preman lokal setempat sangat membantu saya dalam hal ini.
Saya jadi teringat dulu saya sangat suka mengoleksi kartu-kartu DB, mpe bela-belain beli card holder buat nyimpan kartu-kartu tersebut, setiap malam saya ngiler liatin tuh kartu-kartu para alien berotot, wahaha, sekarang ntah nyimpan dimana tuh. Gw juga sering datang ke kantin untuk membeli snack yang ada kupon undian didalamnya untuk mendapatkan kumpulan sticker karakter DB (yang tidak pernah saya menangkan…mungkin ini yang membuat saya tidak tertarik sama sekali untuk bermain togel sekarang, haha). Kalo dulu saya ngiler liatin kartu, sekarang seh ngiler liatin ceweq orang lain (nah lho?!), memang ladang orang lain terlihat lebih indah. Tadi pas nongkrong di Mc.D paska nonton juga nampak seorang cew berbaju corak dalmation yang sangat cakep, yah lumayan lha menghibur hatiku yang terluka setelah menyaksikan bagaimana idola masa kecilku “diperkosa” secara audio-visual dan pemeran Yamcha dengan actingnya yang membuat saya speechless, with words I cannot verbalize. Kalo Letto punya hati yang berlubang, saya memiliki dunia yang berlubang. A hole in my world…(kok malah curhat?)
Terakhir, saya anjurkan orang-orang yang belum nonton untuk segera menonton film “visual horror” ini, sehingga pada bisa mengapresiasi betapa bagus dan inspirationalnya karya-karya seperti Garden State (Zach Braff, Natalie Portman; 2004)(my favourite movie at the moment, coy~) serta tentu saja seberapa kecilnya muka anda dibandingkan milik pemeran Yamcha. Uang anda tidak akan terbuang sia-sia, semoga saja.
Comments
ok, fixed, emang bedanya apa?
btw, this is nerd..